Khotbah Idulfitri 1435 H
Idulfitri & Spirit Kepedulian Sosial
Idulfitri & Spirit Kepedulian Sosial
Oleh: Dr. H. M. Hadi Masruri, Lc., M.A., M.Ag.
Idulfitri dan Spirit Kepedulian Sosial
Dr. H. M. Hadi Masruri, Lc. M.A., M.Ag.
Di Masjid
Al-Muhajirin Rahmatan Lil ‘Alamin
Jl. Bunga
Cengkeh No. 50 Malang 65141
بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
السلام
عليكم ورحمة الله وبركاته
الله
أكبر 3× الله أكبر 3× الله أكبر 3×
الله
أكبر فوق كل من تكبر وتجبر
الله
أكبر وكل ما سوى الله أصغر
الحمد
لله الذي جعل دين الفطرة خير الأديان, والذي فضل اللإنسان على سائر الحيوان, حمدا
لمن جعل للصائمين عيدا يعود في كل عام...
أشهد
أن لاإله ألا الله وحده لا شريك له الذي خلق الإنسان وعلمه البيان
واشهد
أن مُحَمَّدا عبده ورسوله ونبيه الذي غفر له ما تقدم من ذنبه وما تأخر
اللهم
صل عل مُحَمَّد وعل آله وصحبه أجمعين ومن تبعه بإحسان إلى يوم الذين
سبحان
القائل في التنزيل الحكيم: ﴿ أرأيت الذي يكذب بالدين؟ فذلك الذي يدع اليتيم, ولا
يحض على طعام المسكين﴾ [الماعون: 1—3] ﴿رب اشرح لي صدري ويسرلي أمري واحلل عقدة من
لساني يفقهوا قولي﴾, أما بعد:
فيا
عباد الله أوصيكم وإياي نفسي بتقوى الله فلباس التقوى ذلك خير, وتوبوا إلى الله
توبة نصوحا يسعدكم في يومكم هذا يوم عظيم يوم عيد الفطر المبارك...
Bapak dan ibu
jamaah salat Id yang dirahmati Allah,
Alhamdulillah, puji
syukur kita panjatkan ke hadirat Allah swt. atas rahmat dan anugerah-Nya jua
pada hari ini, kita dapat mengumandangkan takbir dan tahmid. Takbir dan tahmid
adalah sebuah penegasan, sebuah deklarasi bahwa Allah jualah yang mempunyai
sifat ke-maha-an dan kesempurnaan, sehingga patut disembah dan dipuja, tidak
ada satu kekuatan apapun melebihi kekuatan Allah swt.
﴿لاحول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم﴾
Pada hari yang
fitri ini, seluruh umat Islam merayakan kemenangan, menang dari sebuah
peperangan besar (al-jihad al-akbar)
antara suara hati yang fitri melawan hawa nafsu. Fitrah mengajak kepada
ketakwaan, sementara hawa nafsu senantiasa mengajak kepada keburukan dan
kemungkaran. Berbahagialah kita yang pada hari ini telah menang, selama sebulan
penuh di bulan Ramadan, kita berperang melawan hawa nafsu dengan menahan
sebagian keburukan-keburukan fisik dan menjauhi semua sifat yang tidak terpuji
dengan berpuasa, salat Tarawih, bertadarus, beriktikaf, mengeluarkan zakat dan
sedekah, dan lain-lain. Meskipun banyak di antara kita yang merayakan
kemenangan tanpa ikut bertanding, tanpa mau bersusah payah menahan diri dari
godaan nafsu dan menjalankan syariat berpuasa.
Pada hari ini,
kita berkumpul di tempat yang berbahagia ini untuk merayakan hari berbuka
(Idulfitri), yang berarti bahwa pada hari ini, kita diharamkan berpuasa, karena
al-fitr berarti berbuka. Al-fitr juga berarti bersih. Al-fitrah berarti asal mula, watak, atau
tabiat bawaan manusia yang suci dan bersih. Maka, Idulfitri berarti kembali ke
sifat dasar manusia yang bersih, suci, merdeka, dan bebas dari semua penyakit
hati, seperti sombong, iri hati, dengki, amarah, dan seterusnya. Maka pada hari
ini kita seperti dilahirkan kembali. Dalam agama Islam, bayi yang lahir tidak membawa
dosa apapun. Dalam sebuah hadis, nabi Muhammad saw. bersabda:
كُلُّ
مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ
أَوْ يُمَجِّسَانِه (رواه البخاري ومسلم)
“Setiap
bayi dilahirkan dalam keadaan suci (fitri), kemudian dipengaruhi keluarganya,
sehingga menjadi Yahudi, Kristen, atau Majusi.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Meskipun begitu,
kelahiran kembali itu bukanlah secara fisik, karena pepatah Arab mengatakan
لَيْسَ
الْعِيْدُ لِمَنْ لَبِسَ الْجَدِيْد وَلـٰكِنَّ الْعِيْدُ لِمَنْ طَاعَتُهُ تَزِيْدُ
(حكمة عربية)
Idulfitri
bukan berarti fisiknya yang baru, bukan pakaiannya yang baru, melainkan
semangat ketakwaannya yang baru, jiwa yang bersihlah yang dilahirkan kembali,
semangat ibadahnya yang dilahirkan kembali, dan seterusnya.
Hakikat
Idulfitri yang bermakna kembali ke fitrah kemanusiaan terasa sedemikian penting
untuk kita renungkan di sini, di saat kita secara terus menerus menyaksikan
nilai-nilai kemanusiaan sudah mulai luntur dan punah. Pembantaian saudara-saudara
kita—muslim di Palestina—oleh Israel seperti tidak mengenal titik henti.
Anak-anak, perempuan, dan warga sipil menjadi korban kebiadaban Israel. Di
Indonesia sendiri, kejahatan, pembunuhan, perampokan, terorisme, dan
korupsi—semakin meningkat dari hari ke hari—adalah hal yang menyebabkan
ketimpangan sosial semakin menajam, yang kaya terus menumpuk kekayaan dan harta
dan yang miskin semakin terhimpit dan menjerit.
Untuk kembali
kepada fitrah kemanusiaan yang suci, kita perlu menghayati kembali makna puasa
yang telah kita jalani selama sebulan penuh.
Allahu akbar 3x
wa lillahi al-hamd
Jamaah salat Id
yang dirahmati Allah,
Dalam sebuah
riwayat, nabi Muhammad saw, suatu hari di bulan Ramadan, mendengar seorang
perempuan sedang berpuasa memaki-maki pembantunya. Nabi lantas mengambil
makanan dan berkata kepada perempuan itu: “Makanlah!” Jawab perempuan itu:
“Saya sedang berpuasa ya Rasulullah.” “Bagaimana mungkin Anda berpuasa, padahal
Anda telah mencaci maki pembantumu.” Kemudian nabi bersabda: “Berpuasa tidak
hanya mencegah makan dan minum, Allah juga menjadikan puasa sebagai pencegah
dari hal-hal yang tercela.”
Dari sini, inti
dari puasa adalah pencegahan dan makna pencegahan inilah yang disebut sebagai
imsak (al-shiyam ya’ni al-imsak).
Pencegahan di sini mengandung dua makna: Imsak bi dan Imsak ‘an.
- Imsak bi berarti berpegang teguh pada ajaran dan syariat Islam dalam berpuasa, yakni menjalankan puasa sesuai syarat dan rukunnya dengan niat berpuasa dan menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa secara fisik dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari.
- Imsak ‘an berarti mencegah atau menahan diri dari hal-hal yang dapat merusak pahala puasa dengan menjauhkan diri dari semua penyakit hati, seperti marah, sombong, iri hati, dengki, dusta, gibah, berbuat keji, menyakiti orang lain, dan seterusnya.
Makna pencegahan
atau imsak inilah identik atau sama dan sebangun dengan makna takwa yang
berasal dari waqa-yaqi-wiqayah yang
berarti pencegahan (tindakan preventif). Maka orang-orang yang bertakwa adalah
orang-orang yang mampu mencegah diri dari semua perilaku buruk dan maksiat dan
menghindar dari semua penyakit hati dan inilah sebenarnya hakikat tujuan
berpuasa (la’allakum tattaqun) sesuai
firman Allah dalam Alquran:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى
الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ ﴿۱۸۳﴾
“Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,” (Q.S. Al-Baqarah: 183)
Dari sini,
jelaslah perbedaan antara orang-orang yang berpuasa dan orang-orang yang lapar,
sebagaimana disabdakan oleh nabi Muhammad saw:
"(قل الصائمون وكثر الجواع) وفي رواية أخرى: (رب صائم ليس له
من صيامه إلا الجوع والعطش [وفي رواية إلا الظمأ], ورب قائم ليس له من قيامه إلا
السهر)" رواه ابن ماجه عن أبي هريرة
“Sedikit
orang-orang yang berpuasa, namun banyaklah orang-orang yang lapar,” dalam
riwayat lain disebutkan: “Berapa banyak orang yang berpuasa tidak mendapatkan
pahala dari puasanya kecuali lapar dan dahaga dan berapa banyak orang yang
mendirikan salat malam (tarawih) tidak mendapatkan pahala kecuali hanya rasa
penat begadang.” (H.R. Ibnu Majah dan Abu Hurairah)
Allahu akbar 3x
wa lillahi al-hamd
Jamaah
salat Id yang dirahmati Allah,
Menghayati makna
Id dan makna puasa pada event
Idulfitri ini terasa sedemikian penting, karena realitasnya banyak orang yang
melaksanakan berpuasa (imsak bi),
tapi tidak melakukan imsak ‘an.
Secara lahir, banyak di antara kita yang salat dan berpuasa, namun tidak
sedikit orang yang tidak menahan diri untuk tidak merugikan dan menyakiti orang
lain. Idulfitri kali ini juga berlangsung di tengah bangsa yang mengalami
krisis nilai-nilai kemanusiaan yang luar biasa, manusia dikuasai oleh nafsu
serakah: terhadap kekayaan, kedudukan, dan jabatan. Nafsu serakah akan
mendorong seseorang untuk ingin berkuasa bahkan dengan berbagai cara yang
merendahkan nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri, seperti berbuat curang dalam
pemilu dan melakukan black campaign.
Nafsu serakah mendorong seseorang untuk berbuat korupsi, mempertahankan
jabatannya selama-lamanya, dan akhirnya tidak peduli terhadap orang-orang kecil
di sekitarnya, di mana di sekelilingnya banyak orang-orang yang lapar dan papa,
anak-anak yatim yang meratap, dan seterusnya. Padahal tugas seorang pemimpin
adalah menyejahterakan rakyat yang dalam bahasa Alquran adalah “memberi makan
orang-orang yang lapar dan memberi jaminan keamanan” sesuai yang disebutkan
dalam Alquran surat Quraisy:
الَّذِي
أَطْعَمَهُم مِّن جُوعٍ وَآمَنَهُم مِّنْ خَوْفٍ ﴿۴﴾
“Yang
telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan
mereka dari ketakutan.” (Q.S. Quraisy: 4)
Allahu akbar 3x
wa lillahi al-hamd
Jamaah salat Id
yang dirahmati Allah,
Untuk itu, dalam
kesempatan yang fitri ini dan di atas mimbar yang mulia ini, saya mengajak
untuk kembali kepada fitrah, kembali memunculkan rasa kemanusiaan kita yang
telah hilang, memunculkan kembali jiwa dan spirit sosial kita yang kian hari
kian menipis, melahirkan kembali jiwa kepedulian kita terhadap fakir miskin di
lingkungan kita, terhadap kaum duafa di dalam masyarakat kita. Sudah berapakah
anak-anak yatim yang kita santuni? Sudahkah kita menyelamatkan masyarakat dan
lingkungan kita dari penyakit sosial? Sehingga kita tidak termasuk golongan
yang disindir oleh Alquran sebagai orang-orang yang mendustakan agama,
sebagaimana firman Allah:
أَرَأَيْتَ
الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ ﴿۱﴾ فَذَٰلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ ﴿٢﴾ وَلَا
يَحُضُّ عَلَىٰ طَعَامِ الْمِسْكِينِ ﴿۳﴾ فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ ﴿۴﴾ الَّذِينَ
هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ ﴿۵﴾
“Tahukah
kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim,
dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi
orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya,” (Q.S.
Al-Ma’un: 1—5)
Dalam ayat ini,
yang perlu digarisbawahi adalah bahwa indikator orang beragama adalah:
1.
Mempunyai jiwa kepedulian sosial
yang tinggi
Jiwa peduli sama
yang papa dalam bahasa Alquran adalah sikap santun atau menyantuni fakir miskin
dan tidak menyia-nyiakan dan berlaku kasar kepada anak yatim (yadu’u al-yatim). Dalam banyak ayat lain
dalam Alquran disebutkan bahwa ketidakpedulian terhadap fakir miskin ini dapat
menyeret seseorang ke dalam api neraka. Para penghuni neraka itu kelak ditanya
oleh malaikat, “Apa yang membawa kalian ke neraka?” Mereka menjawab, “Dan kami
tidak memberi makan orang miskin.”
مَا
سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ ﴿۴٢﴾ قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ ﴿۴۳﴾ وَلَمْ
نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِينَ ﴿۴۴﴾ وَكُنَّا نَخُوضُ مَعَ الْخَائِضِينَ ﴿۴۵﴾
وَكُنَّا نُكَذِّبُ بِيَوْمِ الدِّينِ ﴿۴۶﴾ حَتَّىٰ أَتَانَا الْيَقِينُ ﴿۴۷﴾
“"Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar
(neraka)?" Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang
yang mengerjakan salat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin, dan
adalah kami membicarakan yang batil, bersama dengan orang-orang yang
membicarakannya, dan adalah kami mendustakan hari pembalasan, hingga datang
kepada kami kematian".” (Q.S. Al-Muddassir: 42—47)
Dalam pandangan Islam, harta adalah amanat yang harus ditunaikan pada
jalan yang sudah disyariatkan, sehingga sikap menimbun harta dan tidak
menafkahkannya di jalan yang benar merupakan sikap yang tercela (Q.S. Al-Humazah:
1—2). Lebih dari itu, Alquran menegaskan bahwa dalam harta yang diberikan Allah
kepada kita terdapat hak orang lain yang tidak mampu dan papa:
وَفِي
أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِّلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ ﴿۱۹﴾
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang
miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.” (Q.S.
Az-Zariyat: 19)
Hal ini jelaslah, bahwa menyantuni kaum duafa dan fakir miskin tidak
hanya merupakan indikator orang beriman, melainkan juga kewajiban yang harus
ditunaikan, dan mengabaikannya adalah dosa yang dapat menyeret pelakunya ke
dalam api neraka, sehingga Islam merasa perlu menjelaskan mengapa harus
mengeluarkan zakat, yang di antara tujuannya tidak hanya menyucikan jiwa dan
spiritual saja, sebagaimana disebutkan dalam surah At-Taubah ayat 103:
خُذْ
مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ
عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ﴿۱۰۳﴾
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan
zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. At-Taubah: 103)
Namun, bertujuan untuk menciptakan keseimbangan sosial, sehingga tercipta
kehidupan yang harmoni antara si kaya dan si miskin. Lebih dari itu, kehidupan
harmoni akan melahirkan sikap dan perilaku terpuji (al-akhlaq al-karimah),
gotong royong, sesrawung, saling membantu, dan saling asah, asih, dan
asuh, sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam Alquran:
مَّا
أَفَاءَ اللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَىٰ فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ
وَلِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا
يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنكُمْ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ
فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ
شَدِيدُ الْعِقَابِ ﴿۷﴾
“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang
diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk
kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu
jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang
diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka
tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukuman-Nya.”
(Q.S. Al-Hasyr: 7)
Rasulullah sendiri menegaskan berkali-kali dalam banyak hadisnya, bahwa
seseorang tidaklah dipandang beriman atau muslim sebelum mencintai saudaranya
sebagaimana mencintai dirinya sendiri dan berperilaku santun terhadap tetangga
di sekelilingnya, di antaranya:
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ
مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ (رواه البخاري)
“Orang muslim adalah orang yang memberi jaminan
keselamatan kepada orang lain dari kejahatan lidah dan tangannya.” (H.R. Bukhari)
Hal ini menegaskan bahwa indikator orang yang beriman adalah santun dan
peduli kepada masyarakat di sekitarnya. Ini berarti bahwa orang yang tidak
santun kepada fakir miskin di sekitarnya belum cukup atau tidak layak disebut
sebagai orang beriman, meskipun tampak secara lahir rajin mendirikan salat.
2.
Menjalankan ibadah sebagai perintah
agama
Aspek sosial sama pentingnya dengan aspek spiritual yang tercermin
melalui ibadah ritual, terutama salat. Hal ini dapat dilihat bagaimana perintah
salat senantiasa dibarengi dengan perintah zakat (aqimu al-shalat wa atu
al-zakat). Orang yang mendirikan salat, harus juga menunaikan zakat. Zakat
adalah simbol bagi kepedulian sosial. Hal ini berarti bahwa ibadah spiritual
saja tidak cukup untuk membawa seseorang masuk ke surga, sehingga dalam surah
Al-Ma’un di atas disebutkan bahwa orang-orang yang mendirikan salat masih
dipandang sebagai celaka, ketika dia melupakan kewajiban sosialnya dan lalai
terhadap lingkungan sosial di sekitarnya yang menjerit kelaparan:
فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ ﴿۴﴾ الَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ
سَاهُونَ ﴿۵﴾
“Maka
kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari
salatnya,” (Q.S. Al-Ma’un: 4—5)
Allahu akbar
3x wa lillahi al-hamd
Jamaah
salat Id yang dirahmati Allah,
Dari
sini, sebagai manusia beragama, tidak sepatutnya kita berdiam diri dan
berpangku tangan, kita harus mulai dari diri kita sendiri dengan memperbaiki
kondisi sosial masyarakat kita, dimulai dari keluarga kita, kerabat kita,
lingkungan sosial masyarakat kita, bangsa, dan tanah air kita:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا
أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا
مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ
مَا يُؤْمَرُونَ ﴿۶﴾
“Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Q.S. At-Tahrim:
6)
Idulfitri harus menjadi momentum untuk mengawali
kehidupan baru dan mengembalikan rasa kemanusiaan kita—semua pihak—baik
pejabat, pedagang, dan rakyat jelata, masing-masing melakukan kewajibannya
secara fair dengan semangat imsak bi dan imsak ‘an,
sehingga kita menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain, saling
memaafkan, saling memberi dan saling mengasihi.
جعلنا
وإياكم من العائدين والفائزين, وأدخلنا وإياكم في زمرة الموحدين والحمد لله رب
العالمين: اللهم اغفر للمسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات الأحياء منهم
والأموات,
اللهم اجعل
هذا بلدا آمنا وارزق أهله من الثمرات من آمن منهم بالله واليوم الآخر, اللهم أءز
الإسلام والمسلمين وأصلح ولات أمورهم ووفقهم إلى ما تحبه وترضاه برحمتك يا أرحم
الراحمين,
ربنا آتنا في
الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار,
سبحان
اللهموتحيتهم فيها سلام وآخر دعواهم أن الحمد لله رب العالمين,
والسلام
عليكم ورحمة لله وبركاته. والله أعلم بالصواب.
Malang, 28 Juli 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar